Selasa, 28 Mei 2013

Wanita & Pernikahan

           Menikah itu bukan pengorbanan. Menikah itu mencari kebahagiaan dengam ridho-Nya. Menikah itu harusnya bukan beban, karena saat itu menjadi beban maka bukan bahagia hasilnya. Ingat akan komentar seseorang jika menikah, wanita harus siap jadi koki, pelacur untuk suami, menjadi baby sitter buat anak-anak dan terikat kebebasannya.
            Aku wanita dan menikah. Saat menikah saya memang tidak bekerja namun bukan alasan itu saya menikah karena sebelum kehamilan yang gagal saya sangat berambisi berkarier, namun pengalaman masa ngidam yang berat dan berakhir dengan gugurnya cabang bayi membuat saya memutuskan untuk tetap dirumah.
          Kami tinggal terpisah dari keluarga, walau dengan jarak yang tidak jauh. Saya juga masih sering pulang ke rumah, namun udah mulai iseng masak-masak walau tidak ada tuntutan dari suami. Kalo masalah itu kayanya bukan koki, itu bukan kerjaan kok, saya masak buat diri sendiri juga dan suami tukang makan jadi apapun kreasi saya, seajaib apapun dia pasti makan hehehe kalo koki kan sesuai request.
           Saya juga keberatan disebut pelacur walau buat suami, karena definisi pelacur adalah maen seks buat dibayar dan ga bisa nolak. Sedang para istri berhak menolak bila memang tidak ingin, walau disarankan untuk tidak menolak tapi kalau suami benar-benar cinta dan penolakan kita masuk akal kemungkinan dia mengalah. Istri juga tidak dibayar karena uang dari suami itu kembali buat mereka lagi, istri hanya membantu untuk mengelola. Kalau suami membelikan hadiah itu karena dia menghargai istri yang sudah memberikan kebahagiaan bukan hanya kepuasan.
           Sebagai baby sitter? ah ini sih kebahagiaan, melihat mereka tumbuh dan berkembang baik didepan mata kita. Melihat senyum mereka saat melihat kita, mendengar celoteh mereka yang selalu bertanya akan hal-hal baru, mendengar tawa mereka yang menandakan mereka bahagia, bukankah itu kebanggan kita juga. Apalagi saat mereka bilang "aku sayang mama" yang dilanjutkan dengan ciuman manis, bukankah mereka menghapus semua derita kita. Bila kelak mereka sukses, peran ibulah yang diingat. Baby sitter hanya mengasuh untuk uang, sedangkan ibu yang melahirkan, juga berhak mendapat semua cinta dan penghargaan mereka.
            Terikat kebasan? Yakin? Bagaimana kita dulu membuat komitmen dengan suami? Apakah kita dulu bersedia berhenti bekerja atas nama cinta? Lalu kenapa disesali? Aku sendiri masih bebas bermain dengan teman-teman pasti berbatas waktu, bukan suami yang minta tapi aku akan selalu berusaha pulang sebelum dia sampai rumah lagi. Dampaknya adalah dia ga pernah melarangku kemana-mana, asik kan? Masalah anak, aku punya teman dengan 2 anak yang lucu-lucu, dia masih bebas kemana-mana dan bahkan ngajak kedua putrinya. Me time dia adalah main dengan putri-putrinya, jadi waktu ngumpul dengan teman-teman dia ngajak kedua buntutnya itu. Dia bahagia dengan kondisi itu. Dari dialah aku belajar bagaimana jadi ibu kelak.
          Intinya menikah itu hidup bersama dan bahagia, bukan beban. Apapun statusnya, suami atau istri. Jalani dengan penuh syukur, maka semua itu bukan beban, bukankan kita yang memilih pasangan kita dulu? Jadi itu harusnya kita tidak memandang apapun yang kita lakukan sebagai beban dengan sebutan koki, pelacur (walo buat suami) dan baby sitter, juga anggapan kalau kebebasan kita bakal terpasung walau dengan alasan demi pengabdian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar